• Charles Ellwood, sosiologi merupakan pengetahuan yang menguraikan hubungan manusia dan golongannya, asal dan kemajuannya, bentuk dan kewajibannya.
• Gustav Ratzenhofer, sosiologi merupakan pengetahuan tentang hubungan manusia dengan kewajibannya untuk menyelidiki dasar dan terjadinya evolusi serta kemakmuran umum bagi anggota-anggotanya.
• Herbert Spencer, sosiologi mempelajari tumbuh, bangun, dan kewajiban masyarakat.
• Emile Durkheim, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yaitu fakta-fakta yang berisikan cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu. Fakta-fakta tersebut mempunyai kekuatan untuk mengendalikan individu.
• Max Weber, sosiologi mempelajari tindakan-tindakan sosial.
• Pitirim A. Sorokin, sosiologi adalah suatau ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbale balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi), hubungan dan pengaruh timbale balik antara gejala sosial dan non-sosial (misalnya pengungsian dengan bencana alam), dan ciri-ciri umum dari semua jenis gejala-gejala sosial.
• William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff, sosiologi sebagai ilmu tentang penelitian ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya adalah organisasi sosial.
• Joseph Roucek dan Warren, sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antarmanusia di dalam kelompok.
• Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Kamis, 27 Mei 2010
Minggu, 23 Mei 2010
Sejarah Perkembangan Sosiologi
Pada abad ke-19, seorang filsuf Perancis bernama Auguste Comte (1798-1857) mengemukakan kekhawatirannya atas keadaan masyarakat Perancis setelah pecahnya Revolusi Perancis. Comte melihat selain perubahan positif, yaitu munculnya demokrasi, revolusi juga telah mendatangkan konflik antarkelas di dalam masyarakat. Konflik ini terjadi akibat masyarakat tidak mengetahui cara mengatasi perubahan atau hukum-hukum apa saja yang dapat digunakan untuk mengaturnya. Akibatnya terjadi anarkisme dalam masyarakat Perancis.
Atas dasar ini Comte menyarankan agar semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri dan penelitian tersebut harus berdasarkan pada metode-metode ilmiah. Saat itu, Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum fisik yang dapat mengatur gejala-gejala social. Comte kemudian menamakan ilmu ini sosiologi. Comte kemudian disebut sebagai Bapak Sosiologi. Dalam bukunya Cours de Philosophie Positive, Comte mengemukakan hukum kemajuan manusia atau hukum tiga jenjang. Menurutnya, sejarah manusia akan melewai tiga jenjang mendaki, yaitu jenjang teologi (dimana manusia mencoba menjelaskan gejala di sekitarnya dengan mengacu pada yang adikodrati), jenjang metafisika (dimana manusia mengacu pada kekuatan metafisik atau abstrak), jenjang positif (dimana manusia menjelaskan gejala alam dan social dengan mengacu pada metode-metode ilmiah).
Meskipun Comte menciptakan istilah sosiologi, akan tetapi Herbert Spencer mempopulerkan istilah tersebut melalui buku Principles of Sociology. Di dalam buku tersebut, Spencer mengembangkan sistem penelitian tentang masyarakat. Ia menerapkan teori evolusi organic pada masyarakat manusia dan mengembangkan teori besar tentang evolusi social yang diterima secara luas di masyarakat. Menurutnya, suatu organ akan lebih sempurna jika organ itu bertambah kompleks karena ada diferensiasi di dalam bagian-bagiannya. Spencer melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang tersusun atas bagian-bagian yang saling bergantung seperti pada organisme hidup. Evolusi dan perkembangan social pada dasarnya akan berarti, jika ada peningkatan diferensiasi dan integrasi, peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari homogeny ke heterogen, dari yang sederhana ke yang kompleks. Setelah buku Spencer tersebut terbit, sosiologi kemudian berkembang dengan pesat ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
sumber :
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2004. Sosiologi. Jakarta: ESIS.
Atas dasar ini Comte menyarankan agar semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri dan penelitian tersebut harus berdasarkan pada metode-metode ilmiah. Saat itu, Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum fisik yang dapat mengatur gejala-gejala social. Comte kemudian menamakan ilmu ini sosiologi. Comte kemudian disebut sebagai Bapak Sosiologi. Dalam bukunya Cours de Philosophie Positive, Comte mengemukakan hukum kemajuan manusia atau hukum tiga jenjang. Menurutnya, sejarah manusia akan melewai tiga jenjang mendaki, yaitu jenjang teologi (dimana manusia mencoba menjelaskan gejala di sekitarnya dengan mengacu pada yang adikodrati), jenjang metafisika (dimana manusia mengacu pada kekuatan metafisik atau abstrak), jenjang positif (dimana manusia menjelaskan gejala alam dan social dengan mengacu pada metode-metode ilmiah).
Meskipun Comte menciptakan istilah sosiologi, akan tetapi Herbert Spencer mempopulerkan istilah tersebut melalui buku Principles of Sociology. Di dalam buku tersebut, Spencer mengembangkan sistem penelitian tentang masyarakat. Ia menerapkan teori evolusi organic pada masyarakat manusia dan mengembangkan teori besar tentang evolusi social yang diterima secara luas di masyarakat. Menurutnya, suatu organ akan lebih sempurna jika organ itu bertambah kompleks karena ada diferensiasi di dalam bagian-bagiannya. Spencer melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang tersusun atas bagian-bagian yang saling bergantung seperti pada organisme hidup. Evolusi dan perkembangan social pada dasarnya akan berarti, jika ada peningkatan diferensiasi dan integrasi, peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari homogeny ke heterogen, dari yang sederhana ke yang kompleks. Setelah buku Spencer tersebut terbit, sosiologi kemudian berkembang dengan pesat ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
sumber :
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2004. Sosiologi. Jakarta: ESIS.
Realitas Sosial Masyarakat Indonesia
Realitas Sosial Masyarakat Indonesia
Pengelompokan Masyarakat Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang wilayahnya dihuni oleh berbagai etnis dengan adat istiadat yang beragam. Karakteristik budaya tiap etnis tersebut pun sangat unik. Hildred Geertz menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 300 suku bangsa yang berbeda-beda. Skinner menyebutkan lebih dari 35 suku bangsa. Sementara itu, Sutan Takdir Alisyahbana memperkirakan bahwa ada sekitar 200-250 suku bangsa.
Ada beberapa faktor yang mendorong keberagaman masyarakat Indonesia:
1.Keadaan geografis Indonesia. Dari jejak sejarah bangsa Indonesia diketahui bahwa nenek moyang masyarakat Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu wilayah di Tiongkok bagian selatan. Mereka datang secara bergelombang dalam waktu dan jalur yang berbeda. Di Indonesia, mereka menyebar dan mendiami sekitar 13.600 pulau. Kondisi geografis yang terpisah-pisah ini mengakibatkan penduduk yang menempati pulau-pulau itu tumbuh menajdi kesatuan-kesatuan suku bangsa yang terisolasi dengan yang lain. Mereka kemudian mengembangkan pola perilaku, bahasa, dan ikatan-ikatan kebudayaan lainnya yang berbeda satu sama lain.
2.Pengaruh kebudayaan asing. Indonesia terletak pada posisi silang antara dua samudera dan dua benua. Kondisi yang strategis ini merupakan daya tarik tersendiri bagi bangsa-bangsa asing untuk datang, singgah, dan menetap di Indonesia. Ada yang datang utnuk berdagang. Ada pula yang datang untuk menyebarkan agama yang diantunya. Sejak 400 tahun SM, para pedagang berkebudayaan Hindu dan Buddha dari India dan Cina berdatangan ke Indonesia. Kemudian, pada sekitar abad ke-13, pengaruh Islam mulai masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari Gujarat dan India. Kemudian, sekitar abad ke-16, pengaruh Eropa mulai masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda. Dari interaksi mereka dengan penduduk lokal, terjadi amalgamasi dan asimilasi kebudayaan. Akhirnya, terbentuklah ras, suras, agama, dan kepercayaan yang berbeda-beda di Indonesia.
3.Iklim yang berbeda. Iklim yang berbeda antara daerah yang satu dan daerah yang lain di kawasan Indonesia menimbulkan kondisi alam yang berbeda. Kondisi ini akhirnya membentuk pola-pola perilaku dan sistem mata pencaharian yang berbeda-beda. Akibatnya, terjadi keragaman regional antara daerah-daerah di Indonesia.
4.Pembangunan. Pembangunan di berbagai sekktor juga member andil bagi keragaman masyarakat Indonesia, khususnya secara vertical. Kemajuan dan industrialisasi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia menghasilkan kelas-kelas sosial yang didasarkan pada aspek ekonomi. Kelas-kelas sosial tersebut adalah kelas atas yang terdiri dari para pengusaha dan pemilik modal, kelas menengah yang terdiri dari eksekutif muda, serta kelas bawah yang terdiri dari pekerja dan buruh.
sumber :
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2004. Sosiologi. Jakarta: ESIS.
Pengelompokan Masyarakat Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang wilayahnya dihuni oleh berbagai etnis dengan adat istiadat yang beragam. Karakteristik budaya tiap etnis tersebut pun sangat unik. Hildred Geertz menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 300 suku bangsa yang berbeda-beda. Skinner menyebutkan lebih dari 35 suku bangsa. Sementara itu, Sutan Takdir Alisyahbana memperkirakan bahwa ada sekitar 200-250 suku bangsa.
Ada beberapa faktor yang mendorong keberagaman masyarakat Indonesia:
1.Keadaan geografis Indonesia. Dari jejak sejarah bangsa Indonesia diketahui bahwa nenek moyang masyarakat Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu wilayah di Tiongkok bagian selatan. Mereka datang secara bergelombang dalam waktu dan jalur yang berbeda. Di Indonesia, mereka menyebar dan mendiami sekitar 13.600 pulau. Kondisi geografis yang terpisah-pisah ini mengakibatkan penduduk yang menempati pulau-pulau itu tumbuh menajdi kesatuan-kesatuan suku bangsa yang terisolasi dengan yang lain. Mereka kemudian mengembangkan pola perilaku, bahasa, dan ikatan-ikatan kebudayaan lainnya yang berbeda satu sama lain.
2.Pengaruh kebudayaan asing. Indonesia terletak pada posisi silang antara dua samudera dan dua benua. Kondisi yang strategis ini merupakan daya tarik tersendiri bagi bangsa-bangsa asing untuk datang, singgah, dan menetap di Indonesia. Ada yang datang utnuk berdagang. Ada pula yang datang untuk menyebarkan agama yang diantunya. Sejak 400 tahun SM, para pedagang berkebudayaan Hindu dan Buddha dari India dan Cina berdatangan ke Indonesia. Kemudian, pada sekitar abad ke-13, pengaruh Islam mulai masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari Gujarat dan India. Kemudian, sekitar abad ke-16, pengaruh Eropa mulai masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda. Dari interaksi mereka dengan penduduk lokal, terjadi amalgamasi dan asimilasi kebudayaan. Akhirnya, terbentuklah ras, suras, agama, dan kepercayaan yang berbeda-beda di Indonesia.
3.Iklim yang berbeda. Iklim yang berbeda antara daerah yang satu dan daerah yang lain di kawasan Indonesia menimbulkan kondisi alam yang berbeda. Kondisi ini akhirnya membentuk pola-pola perilaku dan sistem mata pencaharian yang berbeda-beda. Akibatnya, terjadi keragaman regional antara daerah-daerah di Indonesia.
4.Pembangunan. Pembangunan di berbagai sekktor juga member andil bagi keragaman masyarakat Indonesia, khususnya secara vertical. Kemajuan dan industrialisasi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia menghasilkan kelas-kelas sosial yang didasarkan pada aspek ekonomi. Kelas-kelas sosial tersebut adalah kelas atas yang terdiri dari para pengusaha dan pemilik modal, kelas menengah yang terdiri dari eksekutif muda, serta kelas bawah yang terdiri dari pekerja dan buruh.
sumber :
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2004. Sosiologi. Jakarta: ESIS.
Masyarakat Multikultural
Masyarakat Multikultural
Multikuturalisme merupakan faham yang menerima perbedaan dan mengaggap bahwa perbedaan budaya yang terdapat di masyarakat tidak bersifat hierarkis, tetapi sederajat.
Masyarakat multicultural merupakan bentuk dari masyarakat modern yang anggotanya terdiri atas berbagai golongan, suku, etnis (suku bangsa), ras, agama, dan budaya. Mereka hidup bersama dalam suatu wilayah lokal dan nasional. Bahkan, mereka juga berhubungan dengan masyarakat internasional, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Keanekaragaman dalam masyarakat multikultural memiliki beberapa karakteristik. Menurut Pierre L. Van den Berghe, karakteristik keberagaman tersebut adalah sebagai berikut.
1.Terjadinya segmentasi atau pembagian ke dalam kelompok-kelompok yang sering kali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu sama lain.
2.Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer (tidak saling melengkapi).
3.Kurang mengembangkan konsesus (kesepakatan) di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
4.Secara relatif, sering kali terjadi konflik antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
5.Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi.
6.Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain.
Di dalam masyarakat multikultural, perbedaan kelompok sosial, kebudayaan, dan suku bangsa dijunjung tinggi. Namun, hal itu tidak berarti bahwa ada kesenjangan atau perbedaan hak dan kewajiban di antara kelompok sosial, kebudayaan, dan suku bangsa yang berbeda itu. Masyarakat multikultural tidak mengenal perbedaan hak dan kewajiban antara kelompok minoritas maupun mayoritas, baik secara hukum maupun sosial.
Multikulturalisme menuntut masyarakat untuk hidup penuh toleransi, saling pengertian antarbudaya dan antarbangsa dalam membina suatu dunia baru. Dengan demikian, multikulturalisme dapat menyumbangkan rasa cinta terhadap sesama dan sebagai alat untuk membina dunia yang aman dan sejahtera. Dalam multikulturalisme, bangsa-bangsa duduk bersama, saling menghargai, saling membantu, dan tidak memandang apakah suatu kelompok masyarakat merupakan kelompok mayoritas atau minoritas sehingga tidak terjadi dominasi mayoritas dan tirani minoritas.
Idealisme masyarakat multikultural sering mengahadapi berbagai hambatan. Berikut ini adalah sebagian hambatan yang harus dihadapi manusia dalam menjunjung konsep multikulturalisme.
1.Menganggap budaya sendiri yang paling baik. Pengakuan terhadap budaya sendiri yang berlebihan dapat mengarah kepada kecintaan pada diri sendiri atau kelompoknya yang disebut narsisme budaya. Sikap ini merupakan warisan dari kolonialisme yang menganggap bahwa bangsa jajahannya rendah dan memiliki kebudayaan inferior. Sebaliknya, penjajah memiliki kebudayaan superior.
2.Pertentangan antara budaya Barat dan budaya Timur. Dalam masyarakat dunia, ada pandangan yang menanggap budaya Barat sebagai budaya progresif atau maju yang sarat dengan kedinamisan (hot culture). Sebaliknya, budaya Timur diidentikkan dengan budaya yang dingin dan kurang dinamis (cold culture). Pertentangan ini cenderung Eropa-sentris sehingga mengakibatkan westernisasi di berbagai bidang kehidupan.
3.Pluralisme budaya dianggap sebagai sesuatu yang eksotis. Ini merupakan pandangan yang banyak dianut oleh para pengamat Barat terhadap pluralisme. Mereka menganggap budaya lain di luar budayanya sebagai budaya luar (the other). Mereka memandang budaya lain memiliki sifat eksotik dan menarik perhatian dan bukan dihargai sebagai budaya yang memiliki kekhasan yang berbeda dengan budayanya.
4.Pandangan yang paternalistis. Ada banyak peneliti dan pengamat budaya dari kaum laki-laki yang masih menganut faham paternalistis. Hal ini tentu saja menimbulkan bias terhadapa perempuan. Hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang memandang status perempuan sebagai sesuatu yang minor dan disubordinasikan dari peran laki-laki.
5.Mencari apa yang disebut indigenous culture, yaitu menacari sesuatu yang dianggap asli. Misalnya di Jakarta ada kecenderungan manamai gedung-gedung dengan nama dalam bahasa Sanskerta. Pada era globalisasi, pemujaan terhadap indigenous culture merupakan sikap yang mempertentangkan istilah Barat dan non-Barat. Pada era tersebut, kerja sama internasioanl tidak mengharamkan penggunaan unsur-unsur budaya lain yang dapat diadopsi dan disesuaikan dengan lingkungan budaya yang berbeda.
6.Pandangan negatif penduduk asli terhadap orang asing yang dapat berbicara mengenai kebudayaan penduduk asli.
sumber:
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2004. Sosiologi. Jakarta: ESIS.
Multikuturalisme merupakan faham yang menerima perbedaan dan mengaggap bahwa perbedaan budaya yang terdapat di masyarakat tidak bersifat hierarkis, tetapi sederajat.
Masyarakat multicultural merupakan bentuk dari masyarakat modern yang anggotanya terdiri atas berbagai golongan, suku, etnis (suku bangsa), ras, agama, dan budaya. Mereka hidup bersama dalam suatu wilayah lokal dan nasional. Bahkan, mereka juga berhubungan dengan masyarakat internasional, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Keanekaragaman dalam masyarakat multikultural memiliki beberapa karakteristik. Menurut Pierre L. Van den Berghe, karakteristik keberagaman tersebut adalah sebagai berikut.
1.Terjadinya segmentasi atau pembagian ke dalam kelompok-kelompok yang sering kali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu sama lain.
2.Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer (tidak saling melengkapi).
3.Kurang mengembangkan konsesus (kesepakatan) di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
4.Secara relatif, sering kali terjadi konflik antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
5.Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi.
6.Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain.
Di dalam masyarakat multikultural, perbedaan kelompok sosial, kebudayaan, dan suku bangsa dijunjung tinggi. Namun, hal itu tidak berarti bahwa ada kesenjangan atau perbedaan hak dan kewajiban di antara kelompok sosial, kebudayaan, dan suku bangsa yang berbeda itu. Masyarakat multikultural tidak mengenal perbedaan hak dan kewajiban antara kelompok minoritas maupun mayoritas, baik secara hukum maupun sosial.
Multikulturalisme menuntut masyarakat untuk hidup penuh toleransi, saling pengertian antarbudaya dan antarbangsa dalam membina suatu dunia baru. Dengan demikian, multikulturalisme dapat menyumbangkan rasa cinta terhadap sesama dan sebagai alat untuk membina dunia yang aman dan sejahtera. Dalam multikulturalisme, bangsa-bangsa duduk bersama, saling menghargai, saling membantu, dan tidak memandang apakah suatu kelompok masyarakat merupakan kelompok mayoritas atau minoritas sehingga tidak terjadi dominasi mayoritas dan tirani minoritas.
Idealisme masyarakat multikultural sering mengahadapi berbagai hambatan. Berikut ini adalah sebagian hambatan yang harus dihadapi manusia dalam menjunjung konsep multikulturalisme.
1.Menganggap budaya sendiri yang paling baik. Pengakuan terhadap budaya sendiri yang berlebihan dapat mengarah kepada kecintaan pada diri sendiri atau kelompoknya yang disebut narsisme budaya. Sikap ini merupakan warisan dari kolonialisme yang menganggap bahwa bangsa jajahannya rendah dan memiliki kebudayaan inferior. Sebaliknya, penjajah memiliki kebudayaan superior.
2.Pertentangan antara budaya Barat dan budaya Timur. Dalam masyarakat dunia, ada pandangan yang menanggap budaya Barat sebagai budaya progresif atau maju yang sarat dengan kedinamisan (hot culture). Sebaliknya, budaya Timur diidentikkan dengan budaya yang dingin dan kurang dinamis (cold culture). Pertentangan ini cenderung Eropa-sentris sehingga mengakibatkan westernisasi di berbagai bidang kehidupan.
3.Pluralisme budaya dianggap sebagai sesuatu yang eksotis. Ini merupakan pandangan yang banyak dianut oleh para pengamat Barat terhadap pluralisme. Mereka menganggap budaya lain di luar budayanya sebagai budaya luar (the other). Mereka memandang budaya lain memiliki sifat eksotik dan menarik perhatian dan bukan dihargai sebagai budaya yang memiliki kekhasan yang berbeda dengan budayanya.
4.Pandangan yang paternalistis. Ada banyak peneliti dan pengamat budaya dari kaum laki-laki yang masih menganut faham paternalistis. Hal ini tentu saja menimbulkan bias terhadapa perempuan. Hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang memandang status perempuan sebagai sesuatu yang minor dan disubordinasikan dari peran laki-laki.
5.Mencari apa yang disebut indigenous culture, yaitu menacari sesuatu yang dianggap asli. Misalnya di Jakarta ada kecenderungan manamai gedung-gedung dengan nama dalam bahasa Sanskerta. Pada era globalisasi, pemujaan terhadap indigenous culture merupakan sikap yang mempertentangkan istilah Barat dan non-Barat. Pada era tersebut, kerja sama internasioanl tidak mengharamkan penggunaan unsur-unsur budaya lain yang dapat diadopsi dan disesuaikan dengan lingkungan budaya yang berbeda.
6.Pandangan negatif penduduk asli terhadap orang asing yang dapat berbicara mengenai kebudayaan penduduk asli.
sumber:
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2004. Sosiologi. Jakarta: ESIS.
Hubungan Sosiologi & Politik dgn Ilmu lain
Hubungan Sosiologi dengan Ilmu-Ilmu Lain
Sosiologi dan Ilmu Politik
Ilmu politik pada dasarnya mempelajari daya upaya untuk memperoleh, mempertahankan, dan menggunakan kekuasaan, sementara sosiologi memusatkan perhatiannya pada segi-segi masyarakat yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola yang juga umum. Bagi sosiologi, soal daya upaya untuk mendapatkan kekuasaan digambarkan sebagai salah satu bentuk persaingan, pertikaian, atau konflik.
Sosiologi dan Ekonomi
Ekonomi mempelajari usaha-usaha manusia dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan materiilnya, sedangkan sosiologi mempelajari unsur-unsur masyarakat secara keseluruhan. Contoh, ekonomi berusaha memecahkan masalah bagaimana menaikkan nilai rupiah terhadap dolar Amerika dengan cara menurunkan suku bunga bank. Sosiologi melihat persoalan ini dengan lebih luas lagi yang melibatkan berbagai unsur masyarakat, seperti usaha kecil menengah, hukum, pemberdayaan ekonomi rakyat, kondisi pribadi individual (etos kerja dan kompetisi), dan struktur kekuasaan.
Sosiologi dan Ilmu Sejarah
Sosiologi dan sejarah merupakan ilmu sosial yang mempelajari kejadian dan hubungan yang dialami manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. Sejarah melihat berbagai kejadian atau peristiwa yang dialami manusia pada masa silam dan mencari hubungan antarperistiwa tersebut. Selain itu, sejarah juga ingin menemukan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa. Dengan kata lain, sejarah menaruh perhatian hanya kepada peristiwa masa silam dan sifat unik dari peristiwa tersebut, sedangkan sosiologi hanya memperhatikan peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan yang timbul dari hubungan antarmanusia dalam situasi dan kondisi berbeda.
Sosiologi dan Antropologi
Antropologi sosial agak sulit dibedakan dengan sosiologi. Ada pendapat yang menyatakan bahwa antropologi memusatkan perhatiannya pada masyarakat primitif atau memiliki kebudayaan yang sederhana, sedangkan sosiologi memusatkan perhatiannya pada masyarakat modern yang kompleks. Namun, sekarang ini antropologi juga menaruh perhatian pada masyarakat modern, seperti munculnya antropologi perkotaan. Demikina pula dengan sosiologi, yang mulai melihat masyarakat pedesaan. Menurut Koentjaraningrat, yang membedakan sosiologi dan antropologi adalah metode-metode ilmiahnya.
Sosiologi dan Ilmu-Ilmu Alam
Sosiologi juga memiliki hubungan dengan ilmu-ilmu alam, terutama dengan matematika. Dalam suatu penelitian, sosiologi menggunakan angka-angka matematis, seperti data-data statistis, sebagai salah satu alat analisisnya.
Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Pengetahuan Lain
Sejarah
Seperti diterangkan di atas, sejak dahulu kala ilmu politik erat hubuganya dengan sejarah dan filsafat. Sejarah merupakan alat yang paling penting bagi ilmu politik, oleh karena menyumbang bahan, yaitu data dan fakta dari masa lampau, untuk diolah lebih lanjut.
Filsafat
Ilmu pengetahuna lain yang erat sekali hubungannya dengan ilmu politik ialah filsafat. Filsafat ialah usaha untuk secara rasional dan sistematis mencari pemecahan atau jawaban atas persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta (universe) dan kehidupan manusia.
Sosiologi
Di antara ilmu-ilmu sosial, sosiologi-lah yang paling pokok dan umum sifatnya. Sosiologi membantu sarjana ilmu politik dalam usahanya memahami latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok dalam masyarakat.
Antropologi
Apabila jasa sosiologi terhadap perkembangan ilmu politik adalah terutama dalam memberikan analisis terhadap kehidupan sosial secara umum dan menyeluruh, maka antrophology menyumbang pengertian dan teori tentang kedudukan serta peran berbagai satuan sosial-budaya yang lebih kecil dan sederhana.
Ilmu Ekonomi
Pada masa silam ilmu politik dan ilmu ekonomi merupakan bidang ilmu tersendiri yang dikenal sebagai ekonomi politik (political economy), yaitu pemikiran dan analisis kebijakan yang hendak digunakan untuk memajukan kekuatan dan kesejahteraan negara Inggris dalam menghadapi saingannya seperti Portugis, Spanyol, Prancis, dan Jerman, pada abad ke-18 dan ke-19.
Psikologi Sosial
Psikologi sosial adalah pengkhususan psikologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dan masyarakat, khususnya faktor-faktor yang mendorong manusia untuk berperan dalam ikatan kelompok sosial, bidang psikologi umumnya memusatkan perhatian pada kehidupan perorangan.
Geografi
Faktor-faktor yang berdasarkan geografi, seperti perbatasan strategis, desakan penduduk, daerah pengaruh mempengaruhi politik.
Ilmu Hukum
Terutama negara-negara Benua Eropa, ilmu hukum sejak dulu kala erat hubungannya dengan ilmu politik, karena mengatur dan melaksanakan undang-undang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting. Cabang-cabang ilmu hukum yang khususnya meneropong negara ialah hukum tata-negara (dan ilmu negara).
Sumber:
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2004. Sosiologi. Jakarta: ESIS.
Sosiologi dan Ilmu Politik
Ilmu politik pada dasarnya mempelajari daya upaya untuk memperoleh, mempertahankan, dan menggunakan kekuasaan, sementara sosiologi memusatkan perhatiannya pada segi-segi masyarakat yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola yang juga umum. Bagi sosiologi, soal daya upaya untuk mendapatkan kekuasaan digambarkan sebagai salah satu bentuk persaingan, pertikaian, atau konflik.
Sosiologi dan Ekonomi
Ekonomi mempelajari usaha-usaha manusia dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan materiilnya, sedangkan sosiologi mempelajari unsur-unsur masyarakat secara keseluruhan. Contoh, ekonomi berusaha memecahkan masalah bagaimana menaikkan nilai rupiah terhadap dolar Amerika dengan cara menurunkan suku bunga bank. Sosiologi melihat persoalan ini dengan lebih luas lagi yang melibatkan berbagai unsur masyarakat, seperti usaha kecil menengah, hukum, pemberdayaan ekonomi rakyat, kondisi pribadi individual (etos kerja dan kompetisi), dan struktur kekuasaan.
Sosiologi dan Ilmu Sejarah
Sosiologi dan sejarah merupakan ilmu sosial yang mempelajari kejadian dan hubungan yang dialami manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. Sejarah melihat berbagai kejadian atau peristiwa yang dialami manusia pada masa silam dan mencari hubungan antarperistiwa tersebut. Selain itu, sejarah juga ingin menemukan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa. Dengan kata lain, sejarah menaruh perhatian hanya kepada peristiwa masa silam dan sifat unik dari peristiwa tersebut, sedangkan sosiologi hanya memperhatikan peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan yang timbul dari hubungan antarmanusia dalam situasi dan kondisi berbeda.
Sosiologi dan Antropologi
Antropologi sosial agak sulit dibedakan dengan sosiologi. Ada pendapat yang menyatakan bahwa antropologi memusatkan perhatiannya pada masyarakat primitif atau memiliki kebudayaan yang sederhana, sedangkan sosiologi memusatkan perhatiannya pada masyarakat modern yang kompleks. Namun, sekarang ini antropologi juga menaruh perhatian pada masyarakat modern, seperti munculnya antropologi perkotaan. Demikina pula dengan sosiologi, yang mulai melihat masyarakat pedesaan. Menurut Koentjaraningrat, yang membedakan sosiologi dan antropologi adalah metode-metode ilmiahnya.
Sosiologi dan Ilmu-Ilmu Alam
Sosiologi juga memiliki hubungan dengan ilmu-ilmu alam, terutama dengan matematika. Dalam suatu penelitian, sosiologi menggunakan angka-angka matematis, seperti data-data statistis, sebagai salah satu alat analisisnya.
Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Pengetahuan Lain
Sejarah
Seperti diterangkan di atas, sejak dahulu kala ilmu politik erat hubuganya dengan sejarah dan filsafat. Sejarah merupakan alat yang paling penting bagi ilmu politik, oleh karena menyumbang bahan, yaitu data dan fakta dari masa lampau, untuk diolah lebih lanjut.
Filsafat
Ilmu pengetahuna lain yang erat sekali hubungannya dengan ilmu politik ialah filsafat. Filsafat ialah usaha untuk secara rasional dan sistematis mencari pemecahan atau jawaban atas persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta (universe) dan kehidupan manusia.
Sosiologi
Di antara ilmu-ilmu sosial, sosiologi-lah yang paling pokok dan umum sifatnya. Sosiologi membantu sarjana ilmu politik dalam usahanya memahami latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok dalam masyarakat.
Antropologi
Apabila jasa sosiologi terhadap perkembangan ilmu politik adalah terutama dalam memberikan analisis terhadap kehidupan sosial secara umum dan menyeluruh, maka antrophology menyumbang pengertian dan teori tentang kedudukan serta peran berbagai satuan sosial-budaya yang lebih kecil dan sederhana.
Ilmu Ekonomi
Pada masa silam ilmu politik dan ilmu ekonomi merupakan bidang ilmu tersendiri yang dikenal sebagai ekonomi politik (political economy), yaitu pemikiran dan analisis kebijakan yang hendak digunakan untuk memajukan kekuatan dan kesejahteraan negara Inggris dalam menghadapi saingannya seperti Portugis, Spanyol, Prancis, dan Jerman, pada abad ke-18 dan ke-19.
Psikologi Sosial
Psikologi sosial adalah pengkhususan psikologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dan masyarakat, khususnya faktor-faktor yang mendorong manusia untuk berperan dalam ikatan kelompok sosial, bidang psikologi umumnya memusatkan perhatian pada kehidupan perorangan.
Geografi
Faktor-faktor yang berdasarkan geografi, seperti perbatasan strategis, desakan penduduk, daerah pengaruh mempengaruhi politik.
Ilmu Hukum
Terutama negara-negara Benua Eropa, ilmu hukum sejak dulu kala erat hubungannya dengan ilmu politik, karena mengatur dan melaksanakan undang-undang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting. Cabang-cabang ilmu hukum yang khususnya meneropong negara ialah hukum tata-negara (dan ilmu negara).
Sumber:
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2004. Sosiologi. Jakarta: ESIS.
Kasus Bank Century
JAKARTA--MI: Pesimisme masih terus muncul terhadap penyelesaian kasus Bank Century melalui jalur hukum. Hal tersebut dinyatakan dalam sebuah diskusi Petisi 28 di Jakarta, Minggu (23/5).
"Sampai saat ini belum ada tanda-tanda proses penegakan hukum yang jelas untuk Century," ujar anggota Petisi 28, Haris Rusly.
Menurutnya lebih lanjut, penegak hukum seperti KPK, kejaksaan, dan kepolisian sudah seharusnya melakukan proses hukum terhadap kasus Century sesuai dengan keputusan paripurna DPR. Namun, proses hukum terhadap skandal yang telah merugikan negara sebesar Rp6,7 triliun itu dirasa dihalang-halangi seiring dengan kepergian Sri Mulyani.
Kepergian Sri Mulyani dinilai disengaja oleh pemerintah dan DPR untuk menghambat proses hukum penyelesaian kasus Century. "Presiden malah melepas Sri Mulyani ke World Bank," tandasnya.
Sikap pemerintah dan DPR terkait kepergian Sri Mulyani dan kasus Century dipandang sebagai sebuah pengkhianatan dan kemunafikan. Pengkhianatan DPR dilihat jelas dari sikap fraksi partai tertentu, seperti Golkar. Di awal kemunculan kasus Century, Golkar lantang bersuara untuk menyelesaikan kasus tersebut. Namun seiring dengan kemunduran Sri Mulyani dari kursi mentri keuangan untuk pindah ke World Bank, partai berlambang pohon beringin tersebut kembali bersuara vokal untuk mempetieskan kasus itu.
Presiden selaku eksekutif juga dinilai munafik dalam penyelesaian kasus Century. Berulang kali presiden berusaha lepas tangan dari kasus yang juga melibatkan mantan gubernur Bank Indonesia, Boediono. "SBY tidak memberi arahan untuk kasus Century. Dia (SBY) memang tidak berwenang dalam penyelesaian Century secara hukum, tetapi dia bisa saja ngasih arahan," jelas Haris Rusly.
Sikap berbeda datang dari akademis hukum UI, Ahmad Suryono. Menurutnya, proses penegakan hukum untuk kasus Century harus tetap dijalankan. "Harus dahulukan proses penegakan hukum untuk Century," tandasnya. (*/OL-02)
sumber berita :
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/23/144635/16/1/Proses-Hukum-untuk-Century-Kian-Meredup
komentar:
Sampai sekarang masalah ini belum selesai juga karena banyak pengakuan yang ditutupi dan tidak transparan sehingga sebagian pihak yang terlibat dalam masalah ini seakan tidak peduli, karena ini bukan sepenuhnya kesalahan yang hanya dilakukan oleh satu pihak tetapi lebih melibatkan banyak pihak. Penyelesaian masalah ini menurut saya sangat lamban dan tidak ada ketegasan dari pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Karena pada dasarnya kasus ini merupakan sebuah kasus hukum akan tetapi mengapa pada tahap penyelesaiannya mulai menyerempet dalam penyelesaian secara politik. Kasus Bank Century memang telah rumit urusannya. Pemerintah yang mengambil kebijakan tak kunjung memberi penyelesaian dalam masalah ini. Seharusnya pemerintah tidah hanya fokus kepada kasus Bank Century, sebab masih banyak permasalahan lain yang harus diselesaikan, misalnya masalah kemiskinan, bencana alam, pendidikan, dsb.
"Sampai saat ini belum ada tanda-tanda proses penegakan hukum yang jelas untuk Century," ujar anggota Petisi 28, Haris Rusly.
Menurutnya lebih lanjut, penegak hukum seperti KPK, kejaksaan, dan kepolisian sudah seharusnya melakukan proses hukum terhadap kasus Century sesuai dengan keputusan paripurna DPR. Namun, proses hukum terhadap skandal yang telah merugikan negara sebesar Rp6,7 triliun itu dirasa dihalang-halangi seiring dengan kepergian Sri Mulyani.
Kepergian Sri Mulyani dinilai disengaja oleh pemerintah dan DPR untuk menghambat proses hukum penyelesaian kasus Century. "Presiden malah melepas Sri Mulyani ke World Bank," tandasnya.
Sikap pemerintah dan DPR terkait kepergian Sri Mulyani dan kasus Century dipandang sebagai sebuah pengkhianatan dan kemunafikan. Pengkhianatan DPR dilihat jelas dari sikap fraksi partai tertentu, seperti Golkar. Di awal kemunculan kasus Century, Golkar lantang bersuara untuk menyelesaikan kasus tersebut. Namun seiring dengan kemunduran Sri Mulyani dari kursi mentri keuangan untuk pindah ke World Bank, partai berlambang pohon beringin tersebut kembali bersuara vokal untuk mempetieskan kasus itu.
Presiden selaku eksekutif juga dinilai munafik dalam penyelesaian kasus Century. Berulang kali presiden berusaha lepas tangan dari kasus yang juga melibatkan mantan gubernur Bank Indonesia, Boediono. "SBY tidak memberi arahan untuk kasus Century. Dia (SBY) memang tidak berwenang dalam penyelesaian Century secara hukum, tetapi dia bisa saja ngasih arahan," jelas Haris Rusly.
Sikap berbeda datang dari akademis hukum UI, Ahmad Suryono. Menurutnya, proses penegakan hukum untuk kasus Century harus tetap dijalankan. "Harus dahulukan proses penegakan hukum untuk Century," tandasnya. (*/OL-02)
sumber berita :
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/23/144635/16/1/Proses-Hukum-untuk-Century-Kian-Meredup
komentar:
Sampai sekarang masalah ini belum selesai juga karena banyak pengakuan yang ditutupi dan tidak transparan sehingga sebagian pihak yang terlibat dalam masalah ini seakan tidak peduli, karena ini bukan sepenuhnya kesalahan yang hanya dilakukan oleh satu pihak tetapi lebih melibatkan banyak pihak. Penyelesaian masalah ini menurut saya sangat lamban dan tidak ada ketegasan dari pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Karena pada dasarnya kasus ini merupakan sebuah kasus hukum akan tetapi mengapa pada tahap penyelesaiannya mulai menyerempet dalam penyelesaian secara politik. Kasus Bank Century memang telah rumit urusannya. Pemerintah yang mengambil kebijakan tak kunjung memberi penyelesaian dalam masalah ini. Seharusnya pemerintah tidah hanya fokus kepada kasus Bank Century, sebab masih banyak permasalahan lain yang harus diselesaikan, misalnya masalah kemiskinan, bencana alam, pendidikan, dsb.
Sosiologi & Politik
Sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang objek studinya adalah masyarakat. Sosiologi memusatkan kajiannya pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut. Adat istiadat, tradisi, nilai-nilai hidup suatu kelompok, pengaruhnya terhadap kehidupan kelompok, proses interaksi diantara kelompok, dan perkembangan lembaga-lembaga merupakan perhatian sosiologi.
Objek sosiologi adalah masyarakat dengan okus pada hubungan antarmanusia dalam masyarakat dengan fokus pada hubungan antarmanusia dalam masyarakat dan proses yang ditimbulkan dari hubungan tersebut.
Tujuan sosiologi adalah meningkatkan daya dan kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya.
Sosiologi sebagai Ilmu Pengetahuan
Sosiologi dikatakan sebagai ilmu pengetahuan karena mengandung beberapa unsur, yaitu pengetahuan (knowledge), tersusun secara sistematis, menggunakan pemikiran, dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum (objektif). Kontrol harus berdasarkan metode-metode ilmiah. Ciri-ciri sosiologi sebagai ilmu pengetahuan :
S
osiologi bersifat empiris. Sosiologi dalam melakukan kajian tentang masyarakat didasarkan pada hasil observasi, tidak spekulatif dan hanya menggunakan akal sehat (commonsense).
Sosiologi bersifat teoritis. Sosiologi berusaha menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi adalah kerangka dari unsur-unsur yang didapat di dalam observasi dan disusun secara logis serta memiliki tujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat.
Sosiologi bersifat kumulatif. Teori-teori sosiologi dibentuk berdasarkan teori-teori yang telah ada sebelumnya dalam arti memperbaiki, memperluas, dan memperhalus teori-teori lama.
Sosiologi bersifat non-etis. Yang dilakukan sosiologi bukan mencari baik buruknya suatu fakta, tetapi menjelaskan fakta-fakta tersebut secara analistis. Itulah sebabnya para sosiolog tidak bertugas untuk berkhotbah dan mempergunjingkan baik buruknya tingkah laku sosial masyarakat.
Definisi Sosiologi
Berikut ini definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli.
Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
Soejono Soekanto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
William Kornblum
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
Allan Jhonson
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.
sumber:
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2004. Sosiologi. Jakarta: ESIS.
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik
Objek sosiologi adalah masyarakat dengan okus pada hubungan antarmanusia dalam masyarakat dengan fokus pada hubungan antarmanusia dalam masyarakat dan proses yang ditimbulkan dari hubungan tersebut.
Tujuan sosiologi adalah meningkatkan daya dan kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya.
Sosiologi sebagai Ilmu Pengetahuan
Sosiologi dikatakan sebagai ilmu pengetahuan karena mengandung beberapa unsur, yaitu pengetahuan (knowledge), tersusun secara sistematis, menggunakan pemikiran, dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum (objektif). Kontrol harus berdasarkan metode-metode ilmiah. Ciri-ciri sosiologi sebagai ilmu pengetahuan :
S
osiologi bersifat empiris. Sosiologi dalam melakukan kajian tentang masyarakat didasarkan pada hasil observasi, tidak spekulatif dan hanya menggunakan akal sehat (commonsense).
Sosiologi bersifat teoritis. Sosiologi berusaha menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi adalah kerangka dari unsur-unsur yang didapat di dalam observasi dan disusun secara logis serta memiliki tujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat.
Sosiologi bersifat kumulatif. Teori-teori sosiologi dibentuk berdasarkan teori-teori yang telah ada sebelumnya dalam arti memperbaiki, memperluas, dan memperhalus teori-teori lama.
Sosiologi bersifat non-etis. Yang dilakukan sosiologi bukan mencari baik buruknya suatu fakta, tetapi menjelaskan fakta-fakta tersebut secara analistis. Itulah sebabnya para sosiolog tidak bertugas untuk berkhotbah dan mempergunjingkan baik buruknya tingkah laku sosial masyarakat.
Definisi Sosiologi
Berikut ini definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli.
Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
Soejono Soekanto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
William Kornblum
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
Allan Jhonson
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.
sumber:
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2004. Sosiologi. Jakarta: ESIS.
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik
Langganan:
Postingan (Atom)